Sabtu, 01 November 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN

Nama : Asti Iga Purnomo
NPM  : 21211269
Kelas  : 4EB17
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi

A.       Sebelum Kemerdekaan
Dalam Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku (bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan  dan analisa.
Di dalam buku setengah abad profesi akuntan yang ditulis oleh Theodorus M Tuanakotta ditemukan ada    6 (enam)  Kantor Akuntan Belanda yang pada masa penjajahan beroperasi di Indonesia. Kantor Akuntan Belanda itu seperti :
1.    Frese & Hogeweg
2.    H.J. Voorns
3.    E.F. Jahn
4.    H. Grevers
5.    J.P Van Marle
6.    Mej G. Segall

Beroperasi di Indonesia pada tahun 1918 s.d 1941 di Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang dan Medan. Pada masa ini tentu saja tidak ditemukan seorang Akuntan asal Indonesia apalagi mengenai EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah mengenal istilah Akuntansi atau lebih tepatnya Tata Buku "Bookkeeper". Singkatnya bangsa Indonesia belum memiliki peluang memimpin praktek akuntan di tanah air, namun secara individu telah menyiapkan dirinya dengan mengikuti pendidikan akuntan yang ada.

B.      Orde Lama
Pada masa ini Indonesia sudah merdeka, namun profesi akuntan di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat itu ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka. Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para Akuntan  asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang juga adalah sang proklamator RI. Tidak adanya investasi atau pendanaan yang masuk ditambah dengan minimnya tenaga ahli dalam akuntansi membuat Indonesia lamban dalam hal membangun ekonominya. Padahal saat itu juga pemerintah sedang menasionalisasikan perusahaan - perusahaan eks-belanda yang ada di tanah air.
Sejarah mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah Accounting (Amerika) dan Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper (yang diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.
Kemudian sejarah lahirnya Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957, Prof. R. Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan Tong Joe, dan Drs. Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi Akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi Akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

C.      Orde Baru
Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari  dunia Internasional.
Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young (Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.
Profesi Akuntan mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya pada Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. 
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusan Nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.
Di era orde lama pada periode  tahun 1979 -1983 merupakan periode suram bagi profesi akuntan dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan mal praktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang merupakan pemakai jasa profesi akuntan dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang perkerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan tersebut.
Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990-an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi Akuntan menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit, Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.

D.       Orde Reformasi
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapse-nya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah tumbuhnya pasar modal, pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank, adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia, berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
 Pada tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan publik, memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik, mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik, hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.