NPM : 21211269
Kelas : 4EB17
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
A.
Sebelum Kemerdekaan
Dalam Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada
masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun yang dipelajari oleh bangsa
Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku (bookkepper)
yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa memperhatikan keperluan
pelaporan, pengawasan dan analisa.
Di dalam buku setengah abad profesi akuntan yang ditulis
oleh Theodorus M Tuanakotta ditemukan ada 6 (enam) Kantor
Akuntan Belanda yang pada masa penjajahan beroperasi di Indonesia. Kantor
Akuntan Belanda itu seperti :
1.
Frese & Hogeweg
2.
H.J. Voorns
3.
E.F. Jahn
4.
H. Grevers
5.
J.P Van Marle
6.
Mej G. Segall
Beroperasi
di Indonesia pada tahun 1918 s.d 1941 di Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang,
Surabaya, Malang dan Medan. Pada masa ini tentu saja tidak ditemukan seorang
Akuntan asal Indonesia apalagi mengenai EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah
mengenal istilah Akuntansi atau lebih tepatnya Tata Buku
"Bookkeeper". Singkatnya bangsa Indonesia belum memiliki peluang
memimpin praktek akuntan di tanah air, namun secara individu telah menyiapkan
dirinya dengan mengikuti pendidikan akuntan yang ada.
B.
Orde
Lama
Pada masa ini Indonesia sudah merdeka, namun profesi akuntan
di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena minimnya
perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat itu
ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka.
Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari
Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para Akuntan asing. Puncak masalahnya adalah saat
Indonesia mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir.
Soekarno yang juga adalah sang proklamator RI. Tidak adanya investasi atau
pendanaan yang masuk ditambah dengan minimnya tenaga ahli dalam akuntansi
membuat Indonesia lamban dalam hal membangun ekonominya. Padahal saat itu juga
pemerintah sedang menasionalisasikan perusahaan - perusahaan eks-belanda yang
ada di tanah air.
Sejarah mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa
hal penting mengenai perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti
pemakaian istilah Accounting (Amerika)
dan Accountancy (Inggris)
menggantikan istilah Bookkeeper (yang
diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus
menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata
kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.
Kemudian sejarah lahirnya Profesi Akuntan asli Indonesia juga
dimulai pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya,
pada 17 Oktober 1957, Prof. R. Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu
Drs. Basuki Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan Tong Joe, dan Drs. Go Tie
Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi Akuntan Indonesia. Akhirnya
suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara
resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat
itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.
Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12
Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi Akuntan
Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama
dengan pemerintah.
C.
Orde Baru
Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto
menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menandai
era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari
perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan
yang masuk dari dunia Internasional.
Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa
profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing.
Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint
partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan
profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada
November 1967 berdirilah Joint
Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young
(Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint
Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo
(Filipina) & Utomo.
Profesi Akuntan mengalami perkembangan yang berarti sejak
awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada
perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam
jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah
diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di
Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka
menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya pada
Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai Pengembangan Pengawasan
Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai
dengan kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan
diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan
Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30
November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik
telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa
laporan keuangan badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula
Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki
perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini,
pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang
handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat
keputusan Nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak
memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan
profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi
ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat tetapi
tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap
profesi akuntan publik.
Di era orde lama pada periode
tahun 1979 -1983 merupakan periode suram bagi profesi akuntan dalam
pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah
masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut.
Beberapa akuntan publik melakukan mal praktik yang sangat merugikan penerimaan
pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan
penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan
keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan
dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat yang merupakan pemakai jasa profesi akuntan
dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986, pemerintah
mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan
Publik. Keputusan ini mengatur bidang perkerjaan akuntan publik, prosedur dan
persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor
akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan
publik yang melanggar persyaratan tersebut.
Kemajuan selanjutnya dapat dilihat
pada tahun 1990-an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan
(PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik
yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan
public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat
dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No.
43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan,
pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian
diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun setelah
pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui keberadaanya
di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan
pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi Akuntan menjadi sorotan
publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai
dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal ini
disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified
audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governance Reform Sector
Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan
dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan (governance) di sektor public dan
keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk
menyusun peraturan yang membuat Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam
melaksanakan audit, Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah
dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
D.
Orde Reformasi
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapse-nya sistem perbankan, meningkatnya inflasi
dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan
negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini,
kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan
rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian, keberadaan
profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan
masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi
akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan
kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang
dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah tumbuhnya pasar modal, pesatnya
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank, adanya
kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik
dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia, berkembangnya
penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada tahun 2001, Departemen Keuangan
mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang
baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU Akuntan Publik
adalah melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan publik, memberikan
kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik, mendukung pembangunan
ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa
akuntan publik, hal penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan
bahwa akuntan publik dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi
pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar